STARUNLEASH – Perselisihan antara Israel dan Palestina adalah salah satu konflik terlama dan tersulit yang pernah ada dalam sejarah kontemporer. Konflik ini berawal dari reivindikasi sejarah dan agama atas tanah yang sama, yang telah berlangsung selama lebih dari seratus tahun, dan mempengaruhi bidang politik, budaya, dan sosial di kawasan Timur Tengah serta secara global. Tujuan dari artikel ini adalah untuk menjelaskan permulaan dari perseteruan antara dua pihak yang masing-masing berjuang untuk mendapatkan tanah air nasional mereka: komunitas Yahudi dan Palestina.
Daerah yang kini dikenal sebagai Israel dan Palestina telah dihuni sejak zaman dahulu oleh beragam peradaban, termasuk bangsa Kanaan, Israel kuno, dan Filistin. Selama berabad-abad, berbagai kekuasaan besar telah menguasai wilayah ini, mulai dari Kekaisaran Romawi hingga Kesultanan Utsmaniyah. Di sana, komunitas Yahudi memiliki keberadaan sejarah, walaupun mereka seringkali terpencar karena peristiwa diaspora.
Di penghujung abad ke-19, muncul gerakan Zionis di kalangan Yahudi Eropa sebagai reaksi terhadap penyebaran antisemitisme dan sebagai hasrat untuk mendirikan negara Yahudi di tanah Palestina. Aliran migrasi Yahudi ke Palestina meningkat, terutama setelah deklarasi Balfour tahun 1917 yang dikeluarkan oleh Inggris mendukung ide pembentukan “sebuah rumah nasional untuk bangsa Yahudi” di Palestina.
Pasca Perang Dunia I, Palestina berada di bawah mandat Inggris yang diberikan oleh Liga Bangsa-Bangsa. Selama masa mandat Inggris ini, yang berlangsung dari tahun 1918 hingga 1948, imigrasi Yahudi berlanjut sementara warga Arab Palestina menolak kedatangan imigran Yahudi dan tuntutan nasionalisme mereka. Konflik kepemilikan tanah antara kedua kelompok tersebut berujung pada kekerasan dan kerusuhan, contohnya adalah Pemberontakan Arab Besar tahun 1936-1939.
Mendekati akhir masa mandat Inggris, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengajukan usulan untuk membagi Palestina menjadi dua negara terpisah, satu untuk Yahudi dan satu untuk Arab. Namun, usulan ini ditolak oleh para pemimpin Arab yang menganggap hal tersebut sebagai pengkhianatan terhadap mayoritas warga Arab di wilayah tersebut. Pada tanggal 14 Mei 1948, David Ben-Gurion mendeklarasikan kemerdekaan Negara Israel, yang langsung diikuti oleh serangan dari negara-negara Arab sekitar, memicu Perang Arab-Israel 1948 yang juga disebut sebagai Perang Kemerdekaan oleh pihak Israel atau Nakba (‘Katastrofe’) oleh Palestina.
Perang tersebut menghasilkan lebih dari 700.000 pengungsi Palestina. Banyak desa dan kota di Palestina hancur, penduduknya mengungsi atau diusir, dan mereka tak diizinkan untuk kembali. Konflik ini menciptakan trauma yang mendalam bagi masyarakat Palestina dan menjadi inti dari narasi nasional mereka.
Setelah perang, wilayah yang dikendalikan oleh Israel meluas melebihi proposal pembagian dari PBB, sementara Tepi Barat dan Jalur Gaza jatuh ke tangan Yordania dan Mesir. Konflik berlanjut dengan Perang Enam Hari pada tahun 1967, di mana Israel menduduki Tepi Barat, Jalur Gaza, Semenanjung Sinai, dan Dataran Tinggi Golan. Pendudukan ini memicu kembali perjuangan kemerdekaan Palestina dan mengakibatkan berbagai intifada atau pemberontakan.
Konflik Israel-Palestina berakar pada klaim wilayah dan identitas yang bersinggungan. Sejarah ini penuh dengan lapisan-lapisan kompleksitas, diwarnai oleh migrasi, pengaruh kolonial, dan pertempuran bersenjata. Hingga hari ini, usaha untuk mencari solusi yang adil dan bertahan lama masih terus berlangsung, dengan berbagai upaya diplomasi yang telah dijalankan namun masih belum berhasil mencapai perdamaian yang permanen. Memahami dasar dari konflik ini penting untuk mengakui hak dan penderitaan kedua pihak serta mencari jalan keluar yang menghormati harapan kedua bangsa.