Amerika Serikat dan China terus mempercepat pengembangan kecerdasan buatan (AI) dalam upaya mendominasi teknologi global. Kedua negara kini saling bersaing menciptakan AI generatif supercanggih yang dapat digunakan untuk berbagai bidang, mulai dari pertahanan, ekonomi, hingga eksplorasi ruang angkasa.
Pemerintah AS telah menggelontorkan miliaran dolar untuk riset AI, menggandeng raksasa teknologi seperti OpenAI, Google, dan Microsoft. Mereka menargetkan AI yang mampu berpikir strategis, memproses informasi dalam skala besar, dan mengambil keputusan dengan kecepatan luar biasa. Selain itu, sweet bonanza Pentagon juga ikut terlibat dalam mengembangkan AI militer yang responsif dan efisien.
Di sisi lain, China tak mau tertinggal. Negara ini mengandalkan dukungan penuh dari pemerintah dan perusahaan besar seperti Baidu, Alibaba, dan Huawei untuk membangun sistem AI nasional. Mereka telah meluncurkan beberapa model bahasa alami dan mengembangkan AI untuk pengawasan, produksi industri, hingga sistem pendidikan pintar.
Para analis menyebut kompetisi ini sebagai “Perang Dingin Teknologi” versi baru. Selain berlomba menciptakan AI tercepat dan terkuat, kedua negara juga memperjuangkan dominasi standar etika dan regulasi internasional yang mengatur penggunaan teknologi ini.
Beberapa negara mulai menyuarakan kekhawatiran akan potensi penyalahgunaan AI. Namun, bagi AS dan China, investasi dalam AI super bukan lagi pilihan—melainkan kebutuhan strategis untuk masa depan geopolitik mereka.
Kini, dunia menyaksikan bagaimana dua kekuatan terbesar di dunia bersaing menciptakan kecerdasan yang bisa mengubah tatanan global.