https://starsunleash.com/

STARUNLEASH – Suku Rohingya adalah salah satu kelompok minoritas yang mendapat sorotan internasional akibat krisis kemanusiaan yang mendera mereka. Mereka merupakan komunitas Muslim yang sebagian besar berdomisili di negara bagian Rakhine, Myanmar. Walaupun mereka telah menetap di daerah tersebut selama berabad-abad, Rohingya kerap disebut sebagai “kelompok yang paling tertindas di dunia” sehubungan dengan berbagai tantangan yang mereka hadapi, seperti penolakan hak kewarganegaraan, diskriminasi yang berakar dalam sistem, serta kekerasan yang kerap menimpa mereka.

Penempatan suku Rohingya di wilayah yang saat ini dikenal sebagai Myanmar telah berlangsung selama beberapa generasi. Akan tetapi, pemerintah Myanmar yang didominasi oleh etnis Bamar yang beragama Buddha, tidak mengakui suku Rohingya sebagai bagian dari 135 kelompok etnis resmi di negara tersebut. Ketidakberadaan status kewarganegaraan inilah yang menjadi dasar dari berbagai masalah serius yang dihadapi oleh suku Rohingya, termasuk keterbatasan akses kepada pendidikan, layanan kesehatan, dan kesempatan bekerja.

Konflik antara suku Rohingya dan pemerintah Myanmar mencapai tahap kritis di tahun 2017, saat serangan keras oleh militer di Rakhine menyebabkan kematian ribuan orang Rohingya dan memaksa lebih dari 700.000 orang mengungsi ke Bangladesh. Kamp pengungsi di Cox’s Bazar, Bangladesh, berkembang menjadi satu dari kamp pengungsi terbesar dan tersesak di dunia, dengan penghuni yang hidup dalam kondisi amat sulit.

Diskriminasi terhadap suku Rohingya bukanlah hal yang baru. Mereka telah mengalami pelanggaran hak asasi manusia yang parah selama beberapa dekade, termasuk pembatasan terhadap pergerakan, pernikahan, dan hak untuk beranak. Tindakan pembersihan etnis, kekerasan seksual, pembunuhan, serta penghancuran pemukiman suku Rohingya oleh pasukan keamanan Myanmar telah didokumentasikan oleh berbagai lembaga hak asasi manusia.

Salah satu isu krusial yang dihadapi oleh suku Rohingya adalah ketiadaan status kewarganegaraan. Undang-Undang Kewarganegaraan Myanmar yang diberlakukan pada tahun 1982 secara eksplisit mengecualikan suku Rohingya dari kewarganegaraan, sehingga membuat mereka menjadi orang-orang tanpa negara atau stateless. Hasilnya, mereka kehilangan dokumen perjalanan yang valid, dan banyak yang lahir serta tumbuh besar tanpa identitas resmi.

Krisis suku Rohingya telah mendapatkan perhatian dan kecaman dari komunitas internasional. PBB, organisasi-organisasi kemanusiaan, dan para aktivis hak asasi manusia telah lama mendesak adanya tindakan untuk mengatasi pelanggaran yang terjadi kepada komunitas ini. Meski ada desakan dari komunitas internasional, solusi permanen untuk masalah suku Rohingya masih sulit ditemukan.

Para pengungsi Rohingya yang berada di Bangladesh dan negara-negara lain seringkali menghadapi tantangan baru. Proses integrasi ke dalam masyarakat setempat terhambat oleh kendala bahasa, perbedaan budaya, dan kadang-kadang, sentimen anti-pengungsi. Mereka berusaha untuk mendapatkan akses ke layanan dasar dan mencari pekerjaan, yang meningkatkan kerentanan mereka terhadap eksploitasi dan kemiskinan.

Permasalahan yang dihadapi oleh suku Rohingya di Asia mencerminkan masalah yang lebih luas seputar hak asasi manusia, status kewarganegaraan, dan bagaimana respons komunitas internasional terhadap krisis kemanusiaan. Menanggulangi tantangan yang dihadapi oleh suku Rohingya memerlukan pendekatan yang menyeluruh dan berkelanjutan, yang meliputi solusi politis di Myanmar, bantuan kemanusiaan yang terus-menerus, serta kerjasama internasional yang lebih erat. Dengan meningkatkan kesadaran global dan mendorong tindakan diplomatik, ada harapan bahwa suatu hari nanti suku Rohingya dapat hidup dengan aman, bermartabat, dan memiliki kesempatan yang setara dengan warga negara lain di dunia.