Sejarah Berakhirnya Kekuasaan Napoleon Bonaparte Dalam Pertempuran Waterloo 1815

STARUNLEASH – Pertarungan Waterloo, yang berlangsung pada 18 Juni 1815, adalah salah satu pertempuran militer yang sangat terkenal dan memiliki pengaruh besar dalam sejarah Eropa. Terjadi di dekat desa Waterloo di wilayah yang sekarang menjadi Belgia, konflik ini menandai akhir dari pemerintahan Napoleon Bonaparte sebagai Kaisar Prancis dan merupakan titik awal bagi era baru dalam diplomasi dan hubungan internasional di benua tersebut.

Napoleon Bonaparte, setelah mendominasi kancah politik Eropa selama lebih dari sepuluh tahun dengan serangkaian peperangan dan serangkaian reformasi, berhasil kembali berkuasa di Prancis setelah melarikan diri dari pengasingannya di Pulau Elba. Peristiwa ini kembali menegangkan situasi di Eropa. Para sekutu lama Prancis, yang sudah terkuras oleh perang yang berlarut-larut, bergegas mengumpulkan pasukan untuk menghadapi Napoleon sekali lagi.

Sebuah koalisi yang terdiri dari Inggris, Prusia, Rusia, dan Austria dibentuk untuk melawan kembali ancaman dari Napoleon yang baru saja kembali. Duke of Wellington, Arthur Wellesley, dikenal dengan keahliannya dalam strategi militer, memimpin pasukan Inggris dan sekutunya, sedangkan Prusia dipimpin oleh Jenderal Gebhard Leberecht von Blücher.

Napoleon menyadari perlunya bertindak segera sebelum koalisi musuhnya sempat memperkuat barisannya. Dia memutuskan untuk menyerang ke Belgia, tempat pasukan Wellington dan Blücher terpisah dan belum sepenuhnya bersiap. Dengan serangan yang dilakukan secara mendadak, Napoleon berharap dapat mengalahkan mereka satu per satu sebelum mereka bersatu kembali.

Di awal pertempuran, pasukan Prancis mampu memaksa pasukan Wellington mundur. Namun, tentara Inggris dan sekutu-sekutunya bertahan dengan penuh ketabahan menghadapi serangkaian serangan. Pertempuran berubah menjadi semakin intens ketika pasukan Prusia, yang terhambat oleh pertempuran di Ligny dua hari sebelumnya, akhirnya bergabung dengan pasukan Wellington di Waterloo.

Strategi Napoleon gagal untuk memecah belah dan mengalahkan musuhnya secara terpisah. Pasukan Prancis yang sudah lelah dari pertempuran seharian dan kekurangan bala bantuan, mulai kehilangan kekuatan saat pasukan Prusia tiba di medan pertempuran.

Momen penentu pertempuran terjadi saat Napoleon menggerakkan Garda Kekaisaran, pasukan elitnya, dalam usaha terakhir untuk meruntuhkan pertahanan sekutu. Namun, serangan ini berhasil dipatahkan. Kedatangan pasukan Prusia yang terus menerus meningkatkan tekanan membuat moral pasukan Prancis anjlok, dan akhirnya mereka mundur dalam keadaan kacau.

Kegagalan di Waterloo mengakhiri pemerintahan Napoleon dan memaksanya untuk turun dari takhta lagi. Tak lama kemudian, ia menyerah kepada pihak Inggris dan diasingkan ke Pulau Saint Helena di Samudra Atlantik Selatan, tempat ia meninggal pada tahun 1821. Pertempuran ini juga menandai berakhirnya era peperangan Napoleon dan membuka jalan bagi penandatanganan Perjanjian Paris, serta memulai Kongres Wina, yang bertujuan untuk mengembalikan stabilitas politik di Eropa.

Waterloo berdampak luas terhadap peta politik Eropa, membentuk keseimbangan kekuatan baru dan memulai periode damai yang relatif lama yang disebut ‘Pax Britannica’, dengan Inggris sebagai kekuatan utama global. Pertempuran ini juga menjadi simbol kekalahan mutlak dan akhir dari ambisi ekspansionis.

Lebih dari sekadar konfrontasi militer, Pertempuran Waterloo adalah pertarungan antara ideologi, wewenang politik, dan arah masa depan Eropa. Meskipun banyak nyawa melayang, hasil dari pertempuran ini adalah munculnya era yang lebih stabil dan damai yang memungkinkan negara-negara Eropa untuk membangun kembali dan berkembang tanpa bayang-bayang perang yang terus-menerus. Ingatan mengenai Waterloo terus bertahan, tidak hanya sebagai momen dalam buku sejarah, tetapi juga sebagai pelajaran tentang arti penting kepemimpinan, taktik, dan keberanian dalam mengatasi rintangan besar.

Prancis Bergerak, Makron Hubungi Netanyahu Dan Serukan Gencatan Senjata Abadi Di Gaza

STARUNLEASH – Sebelum konflik berdarah di Jalur Gaza, Palestina, serangan-serangan yang dilancarkan oleh pasukan Israel telah mengakibatkan kehilangan nyawa yang signifikan di kalangan warga sipil. Sampai saat ini, telah tercatat jumlah korban yang sangat besar di Gaza, dengan total mencapai sekitar 21.000 orang yang meninggal.

Selain itu, Israel kini juga tengah terlibat dalam pertikaian dengan kelompok Hizbullah di Lebanon. Pertikaian ini bermula karena Hizbullah melancarkan serangan ke Israel sebagai respons terhadap tindakan militer Israel yang dianggap semena-mena terhadap warga Palestina di Jalur Gaza.

Ketegangan juga meningkat antara Israel dan Iran, menyusul insiden pembunuhan seorang pejabat tinggi Korps Garda Revolusi Islam Iran, Jenderal Razi Mousavi, oleh Israel. Kejadian ini terjadi ketika sang jenderal berada di Damaskus, ibu kota Suriah.

Di tengah situasi yang memburuk, Presiden Prancis, Emmanuel Macron, telah mengambil langkah dengan menyerukan gencatan senjata yang permanen di Jalur Gaza. Penyeruan ini dilakukan melalui percakapan telepon dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, di tengah meningkatnya krisis kemanusiaan yang terjadi di wilayah Palestina tersebut.

Pembicaraan antara Macron dan Netanyahu berlangsung melalui telepon pada hari Rabu, 27 Desember 2023. Dari kantor kepresidenan Prancis, terungkap bahwa Macron telah menyuarakan kebutuhan ‘Gencatan Senjata Permanen’ sambil berbicara dengan Netanyahu.

Menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor kepresidenan Prancis, negara tersebut akan bekerjasama dengan Yordania untuk melakukan operasi kemanusiaan di Gaza dalam waktu dekat.

Macron, yang telah menjalin hubungan dekat dengan Netanyahu sebelum eskalasi konflik di Jalur Gaza, menyampaikan keprihatinannya terhadap jumlah korban sipil yang besar dan kondisi darurat kemanusiaan yang terjadi di enklave Palestina saat berdiskusi dengan Perdana Menteri Israel.

Selama percakapan tersebut, Macron juga menegaskan pentingnya mengambil langkah untuk menghentikan tindakan kekerasan oleh pemukim Israel terhadap warga sipil Palestina di Tepi Barat dan mencegah perluasan pemukiman yang sudah direncanakan.

Dari sisi lain, kantor Perdana Menteri Israel melaporkan bahwa Netanyahu mengucapkan terima kasih kepada Macron atas dukungan Prancis dalam menjaga kebebasan navigasi dan kesediaannya untuk membantu meningkatkan keamanan di perbatasan Israel dengan Lebanon.

Seorang Siswi Asal Prancis Ingin Melakukan Percobaan Pembunuhan Kepada Gurunya Pakai Pisau

STARSUNLEASH – Di sebuah sekolah di Utara Prancis, seorang siswi berusia 12 tahun mengancam seorang guru dengan pisau besar, sebuah kejadian mengejutkan yang terjadi di dalam sistem pendidikan modern Prancis.

Kejadian tersebut terjadi pada hari Kamis, 14 Desember 2023, di SMP Hautes Ourmes di wilayah barat laut Rennes. Beruntungnya, tidak ada yang terluka dalam insiden tersebut. Namun, jaksa saat ini menyatakan bahwa mereka telah memulai penyelidikan kriminal atas tindakan nekat tersebut.

“Pagi ini, ada seorang siswi yang mengancam seorang guru dengan pisau saat pelajaran sedang berlangsung. Para siswa terkejut dan segera dipindahkan ke tempat yang aman semenjak kejadian tersebut.” Ucap jaksa Rennes, Philippe Astruc.

Siswa tersebut tiba-tiba mengacungkan pisau ke arah korban saat perjalanan bahasa Inggris dimulai. Setelah menyaksikan hal itu, dia panik dan berlari menjauh dari pelaku. Akhirnya, karyawan SMP Hautes Ourmes mengambil senjata api yang dipakai pelaku dan menangkap pelaku.

Beberapa siswa dalam kelas merasa panik dan mulai dievakuasi menjauh dari tempat tersebut. Pihak jaksa saat ini melakukan penyelidikan untuk mengetahui alasan utama dari perbuatan bocah 12 tahun tersebut.

“Dia datang ke kelas dengan membawa sebuah pisau besar dengan tujuan untuk membunuh guru bahasa Inggrisnya. Para siswa terkejut dan segera dievakuasi ke tempat yang aman.” Ucap jaksa wilayah Rennes, Philippe Astruc.

Sebelumnya, tragedi di sekolah dasar juga pernah terjadi di Prancis bulan Oktober lalu, dimana seorang siswa di kota utara Arras menikam mantan gurunya, Dominique Bernard.

Kejadian itu terjadi  setelah meningkatnya kegelisahan masyarakat di Prancis yang diketahui saat ini memiliki populasi Muslim dan Yahudi yang besar. Saat ini, Prancis dalam kondisi waspada atas tindakan kekerasan sejak hamas melancarkan serangan mengejutkan terhadap Israel pada 7 Oktober lalu yang telah menewaskan lebih dari 1.400 orang.