STARUNLEASH – Kratom, yang juga dikenal sebagai Biek atau Ketum, adalah tanaman dari keluarga Rubiaceae yang umumnya ditemukan di Afrika, wilayah utara hingga tengah Semenanjung Malaysia, serta bagian selatan Thailand. Di Indonesia, tanaman ini merupakan flora asli yang tumbuh di sekitar hutan Kalimantan. Daun kratom, yang termasuk ke dalam kelompok tanaman Rubiaceae, memiliki hubungan kekerabatan dengan tanaman kopi.
Sejak zaman dahulu, daun Kratom atau Mitragyna speciosa telah dimanfaatkan secara tradisional sebagai obat untuk meredakan sakit otot, meningkatkan daya tahan tubuh, serta membantu mengurangi gejala depresi dan kecemasan. Meskipun demikian, konsumsi kratom harus dilakukan dengan hati-hati karena memiliki efek yang serupa dengan obat-obatan terlarang dan berisiko menimbulkan ketergantungan.
Pemerintah Indonesia saat ini tengah mempertimbangkan untuk meningkatkan volume ekspor daun kratom yang notabene adalah tanaman herbal, namun di lain pihak, ada pula rencana untuk mengklasifikasikan tanaman ini sebagai narkotika golongan 1.
Berdasarkan informasi dari situs Badan Narkotika Nasional (BNN) Sumatera Selatan, kratom saat ini telah dikategorikan sebagai New Psychoactive Substance (NPS) di Indonesia dan direkomendasikan untuk dimasukkan ke dalam daftar narkotika golongan 1 sesuai Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Klasifikasi ini diambil lantaran kratom memiliki potensi menyebabkan ketergantungan dan dianggap 13 kali lebih berbahaya daripada morfin. Namun, hingga saat ini undang-undang narkotika belum mengatur tentang kratom, sehingga belum ada aturan yang mengatur penggunaannya di tingkat daerah.
Potensi ekspor kratom sangat menjanjikan dan dapat memberikan keuntungan ekonomis bagi Indonesia. Oleh karena itu, tanaman ini menjadi target global, terutama untuk keperluan farmasi dan medis.
Hal ini menjadi dasar Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), untuk menyetujui dan mendukung peningkatan ekspor tanaman Kratom.
Dalam sebuah kesempatan, Hasan menyatakan, “Baru-baru ini ada permintaan tanaman kratom. Pihak dari Amerika Serikat menghubungi kami, menanyakan apakah mereka bisa membeli (Kratom). Saya menyatakan, tentu saja bisa. Karena pada waktu itu belum ada larangan.” demikian kata Hasan saat berbicara di kantor Kementerian Perdagangan.
Zulhas juga menegaskan bahwa dia tidak khawatir jika tanaman Kratom tersebut disalahgunakan. Baginya, yang terpenting adalah kesejahteraan petani Indonesia yang bisa meningkat dengan adanya ekspor Kratom ke Amerika Serikat.
“Jika ada kesalahan dalam penggunaannya, itu bukan kesalahan kita, tetapi pihak yang menyalahgunakan. Yang penting adalah petani kita mendapat keuntungan dalam bentuk dolar, senang dan sejahtera, itu tidak masalah,” lanjut Hasan.
Lebih lanjut, Zulhas mengungkapkan bahwa jika ada permintaan tanaman Kratom dari negara lain, Indonesia siap memenuhinya, karena sampai saat ini belum ada aturan atau pelarangan yang jelas.
“Saya mendukung jika ada yang ingin mengekspor, karena itu berarti kita bisa mendapatkan devisa. Nantinya, jika ada ucapan terima kasih untuk Mendag, itu adalah bonus. Jika nanti ada yang mengalami masalah kesehatan karena itu, itu bukan tanggung jawab kita. Katanya sih untuk obat, lalu kenapa dikonsumsi,” kata Zulhas.
Didi Sumedi, Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan, menyatakan bahwa pihaknya masih menantikan hasil studi mengenai potensi dan substansi dari tanaman tersebut. Di sisi lain, kratom memang cukup melimpah di Indonesia dan terdapat di berbagai wilayah.
“Kalau dilihat dari sumber daya alam, kita memang memiliki banyak kratom, namun saat ini sedang diteliti lebih lanjut soal substansinya. Apakah kratom termasuk dalam kategori yang mengandung psikotropika, masih dalam proses penelitian dan belum ada kesimpulan,” ujar Didi.