STARUNLEASH – Keretakan geostrategis antara Tiongkok dan Amerika Serikat (AS) kian memuncak belakangan ini. Perselisihan ini tercatat telah berkecamuk sejak tahun 2018, kala itu di bawah kepemimpinan Presiden AS, Donald Trump. Fenomena ini dikenal luas sebagai perang tarif.
AS dan Tiongkok sama-sama mengambil langkah proteksionisme untuk membatasi impor barang satu sama lain. Ini berawal dari keputusan Presiden Trump yang mengimplementasikan tarif impor baru yang lebih mahal untuk produk-produk dari Tiongkok. Trump menyatakan bahwa AS akan bertindak tegas dan melakukan langkah-langkah terhadap Tiongkok yang dianggap merugikan AS dari segi ekonomi dan politik.
Di lain pihak, Tiongkok secara sembunyi-sembunyi melakukan lobi terhadap berbagai negara untuk meninggalkan dolar AS dan beralih ke yuan sebagai mata uang internasional. Tiongkok telah berhasil mengajak Rusia, Brasil, India, Pakistan, dan Laos untuk mengesampingkan dolar AS dan bersetuju untuk menggunakan yuan atau mata uang lokal mereka untuk transaksi perdagangan internasional.
Melihat kondisi terkini, ketegangan di Laut China Selatan terus meningkat sejak tahun sebelumnya. Di wilayah yang diperebutkan ini, kapal perang Tiongkok dan AS kerap melakukan manuver latihan.
Penempatan kapal perang dari kedua negara yang berlatih di wilayah sengketa tersebut menambah ketegangan. Sehari sebelumnya, militer Tiongkok atau Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) mengumumkan bahwa mereka melakukan patroli rutin di Laut China Selatan selama dua hari, yang dijadwalkan berakhir pada hari itu.
Sementara itu, AS juga menyatakan bahwa armada serangan mereka yang dipimpin oleh kapal induk USS Carl Vinson sedang berlatih bersama Angkatan Laut Filipina selama dua hari, suatu situasi yang dapat memicu konflik antar dua negara yang hubungannya sedang tegang.
Tiongkok yang sering dijuluki “Negara Tirai Bambu” ini juga telah mengklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan dan mengesampingkan putusan pengadilan internasional yang menyatakan klaim tersebut tidak memiliki dasar hukum. Mereka menjalankan patroli rutin menggunakan kapal-kapal di jalur perdagangan penting ini.
Tiongkok juga telah membangun sejumlah pulau buatan yang telah dimilitarisasi untuk memperkuat klaim mereka atas wilayah Laut China Selatan yang strategis. Meskipun penjaga pantai digunakan untuk menegakkan klaim ini, latihan militer juga sering terjadi. Armada Beijing diketahui telah melakukan latihan militer secara rutin sejak akhir November hingga sekarang.
Sebagai negara yang sedang meningkat kekuatan militernya, Tiongkok kini menempati posisi kedua dalam peringkat kekuatan militer internasional dengan skor True Value Rating sebesar 318,9. Tiongkok memiliki angkatan laut terbesar dengan total 425 unit aktif hingga kini.
Tiongkok memiliki tiga kapal induk, 72 kapal selam, 48 kapal perusak, 71 korvet, 44 fregat, 49 kapal pembersih ranjau, 127 kapal patroli, dan 11 kapal serbu amfibi. Angka-angka ini diperkirakan akan terus bertambah sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang konsisten.