Kontroversi Penculikan Tentara Israel oleh Hamas: Fakta dan Penyangkalan

starsunleash.com – Hamas telah mengumumkan bahwa mereka berhasil menculik tentara Israel selama konfrontasi di Jabalia, Gaza Utara, sebuah klaim yang diungkap oleh Abu Ubaida, juru bicara Brigade Al Qassam. Pernyataan ini dirilis pada hari Minggu, 26 Mei 2024, dan dilaporkan oleh Reuters. Abu Ubaida menjelaskan bahwa penculikan itu terjadi melalui penyergapan yang direncanakan di dalam sebuah terowongan, dimana, menurutnya, “Pejuang kami telah memancing pasukan Zionis.”

Untuk mendukung klaim mereka, Hamas merilis sebuah video yang menunjukkan seseorang berlumuran darah sedang diseret melalui terowongan dan beberapa foto yang menampilkan pasukan yang tampak kelelahan serta beberapa senapan. Namun, keaslian materi video tersebut tidak dapat diverifikasi secara independen oleh Reuters.

Di sisi lain, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dengan tegas membantah klaim penculikan tersebut. IDF mengeluarkan pernyataan resmi menegaskan bahwa tidak ada tentara yang diculik, seperti yang diklaim oleh Hamas. “IDF mengklarifikasi tidak ada insiden yang menyebabkan seorang tentara diculik,” tegas pernyataan tersebut.

Ditambahkan pula, terdapat perkembangan terkait perundingan gencatan senjata di Gaza. Sumber yang terlibat dalam negosiasi menyatakan bahwa pembicaraan akan dilanjutkan pekan depan dengan dukungan dari mediator internasional termasuk Mesir dan Qatar, serta keterlibatan aktif dari Amerika Serikat. Namun, seorang pejabat Hamas membantah bahwa pembicaraan akan berlanjut di Kairo pada hari Selasa, 28 Mei 2024, menyatakan bahwa belum ada kesepakatan mengenai tanggal yang pasti untuk pertemuan tersebut.

Latar Belakang Terbentuknya “HAMAS” Yang Menjadi Entitas Politik Militer Palestina

STARUNLEASH – Hamas, yang dalam bahasa Arab berarti “gerakan perlawanan,” merupakan entitas politik dan militer Palestina yang memegang peranan kunci dalam perselisihan antara Israel dan Palestina. Berdiri pada tahun 1987, gerakan ini muncul bersamaan dengan intifada pertama, yaitu pemberontakan terhadap penjajahan Israel di wilayah Palestina. Dalam tulisan ini, kita akan menyelusuri jejak pendirian Hamas, mengkaji konteks historis yang melatarbelakanginya, serta memahami bagaimana peranannya berkembang dalam kancah politik Palestina.

Berakar pada tahun 1987 sebagai respon langsung atas kondisi politik dan sosial yang tegang di wilayah Palestina, Hamas tumbuh dari cabang lokal Ikhwanul Muslimin, sebuah organisasi Islam internasional yang didirikan di Mesir pada 1928. Dipimpin oleh Sheikh Ahmed Yassin, kelompok ini mulai menyediakan layanan sosial, pendidikan, dan keagamaan kepada masyarakat Palestina, dalam upaya mendapatkan dukungan di tengah keadaan sosioekonomi yang menantang.

Kebangkitan Hamas berkaitan erat dengan meningkatnya ketidakpuasan terhadap penjajahan Israel dan kegagalan fraksi Palestina yang ada dalam meraih kemajuan berarti dalam perjuangan nasional mereka. Intifada pertama yang pecah pada tahun 1987 memberikan dorongan bagi Hamas untuk menegaskan dirinya sebagai pemain baru dalam perlawanan.

Dalam manifesto yang diterbitkan tahun 1988, Hamas menyatakan dedikasinya pada Islam sebagai dasar dari struktur kehidupan politik, sosial, dan ekonomi di Palestina, serta menekankan pada tujuan pembebasan wilayah Palestina dari cengkeraman Israel. Organisasi ini menolak pengakuan atas negara Israel dan mengadvokasi pendirian negara Palestina yang mencakup wilayah Israel saat ini, bersama dengan Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Sejak awalnya, Hamas telah mengembangkan dua divisi utama satu yang bergerak dalam bidang sosial dan politik, dan lainnya adalah sayap militer, dikenal sebagai Brigade Izz al-Din al-Qassam. Gerakan ini terkenal dengan serangan-serangannya terhadap sasaran-sasaran Israel, termasuk aksi-aksi bunuh diri yang meningkat selama intifada kedua di awal 2000-an.

Israel telah bereaksi terhadap kegiatan Hamas dengan serangkaian tindakan militer besar-besaran serta pemblokiran ekonomi terhadap Jalur Gaza, yang sejak tahun 2007 berada di bawah kontrol Hamas. Komunitas internasional memiliki pandangan yang beragam terhadap Hamas. Beberapa negara, termasuk Amerika Serikat dan Uni Eropa, menganggap Hamas sebagai organisasi teroris, sementara negara lain mengakui mereka sebagai perwakilan yang sah dari keinginan rakyat Palestina.

Seiring berjalannya waktu, Hamas telah mengalami transformasi politik dari gerakan perlawanan bersenjata menjadi partai yang berpartisipasi dalam politik Palestina secara lebih konvensional. Dalam pemilihan legislatif Palestina tahun 2006, Hamas berhasil mengejutkan banyak pengamat dengan kemenangan mereka, menandai peralihan penting dari aktivitas militan menjadi keterlibatan politik resmi.

Di wilayah yang dikuasai oleh Hamas, kelompok ini telah memainkan peran penting dalam penyediaan layanan sosial, pendidikan, dan kesehatan, seringkali menggantikan peran pemerintahan yang kurang efektif. Kendati hal ini meningkatkan dukungan dari penduduk Palestina, sikap keras Hamas terhadap Israel dan penolakannya mengakui negara tersebut telah memicu isolasi dan kesulitan ekonomi yang lebih besar bagi penduduk Gaza.

Dari dasar gerakan perlawanan, Hamas telah berkembang menjadi pemain politik kunci di Palestina. Meskipun mereka memperoleh dukungan signifikan dari penduduk Palestina atas pendekatan perlawanan dan layanan sosial mereka, tindakan Hamas juga menyebabkan dampak internasional yang besar dan menambah kompleksitas situasi di wilayah tersebut. Sejarah dan perkembangan Hamas mencerminkan kerumitan dan ketegangan dalam konflik Israel-Palestina, yang terus mempengaruhi dinamika politik baik di tingkat regional maupun internasional hingga saat ini.

Prancis Bergerak, Makron Hubungi Netanyahu Dan Serukan Gencatan Senjata Abadi Di Gaza

STARUNLEASH – Sebelum konflik berdarah di Jalur Gaza, Palestina, serangan-serangan yang dilancarkan oleh pasukan Israel telah mengakibatkan kehilangan nyawa yang signifikan di kalangan warga sipil. Sampai saat ini, telah tercatat jumlah korban yang sangat besar di Gaza, dengan total mencapai sekitar 21.000 orang yang meninggal.

Selain itu, Israel kini juga tengah terlibat dalam pertikaian dengan kelompok Hizbullah di Lebanon. Pertikaian ini bermula karena Hizbullah melancarkan serangan ke Israel sebagai respons terhadap tindakan militer Israel yang dianggap semena-mena terhadap warga Palestina di Jalur Gaza.

Ketegangan juga meningkat antara Israel dan Iran, menyusul insiden pembunuhan seorang pejabat tinggi Korps Garda Revolusi Islam Iran, Jenderal Razi Mousavi, oleh Israel. Kejadian ini terjadi ketika sang jenderal berada di Damaskus, ibu kota Suriah.

Di tengah situasi yang memburuk, Presiden Prancis, Emmanuel Macron, telah mengambil langkah dengan menyerukan gencatan senjata yang permanen di Jalur Gaza. Penyeruan ini dilakukan melalui percakapan telepon dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, di tengah meningkatnya krisis kemanusiaan yang terjadi di wilayah Palestina tersebut.

Pembicaraan antara Macron dan Netanyahu berlangsung melalui telepon pada hari Rabu, 27 Desember 2023. Dari kantor kepresidenan Prancis, terungkap bahwa Macron telah menyuarakan kebutuhan ‘Gencatan Senjata Permanen’ sambil berbicara dengan Netanyahu.

Menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor kepresidenan Prancis, negara tersebut akan bekerjasama dengan Yordania untuk melakukan operasi kemanusiaan di Gaza dalam waktu dekat.

Macron, yang telah menjalin hubungan dekat dengan Netanyahu sebelum eskalasi konflik di Jalur Gaza, menyampaikan keprihatinannya terhadap jumlah korban sipil yang besar dan kondisi darurat kemanusiaan yang terjadi di enklave Palestina saat berdiskusi dengan Perdana Menteri Israel.

Selama percakapan tersebut, Macron juga menegaskan pentingnya mengambil langkah untuk menghentikan tindakan kekerasan oleh pemukim Israel terhadap warga sipil Palestina di Tepi Barat dan mencegah perluasan pemukiman yang sudah direncanakan.

Dari sisi lain, kantor Perdana Menteri Israel melaporkan bahwa Netanyahu mengucapkan terima kasih kepada Macron atas dukungan Prancis dalam menjaga kebebasan navigasi dan kesediaannya untuk membantu meningkatkan keamanan di perbatasan Israel dengan Lebanon.

Israel Diancam Iran Setelah Komandan Seniornya Tewas Terkena Serangan Di Suriah

STARUNLEASH – Korps Garda Revolusi Islam Iran telah mengumumkan dengan resmi bahwa serangan yang dilakukan oleh Israel di wilayah Suriah telah mengakibatkan tewasnya salah satu komandan senior mereka. Sebagai tanggapan, Tehran telah bersumpah akan melakukan pembalasan dan akan membuat Israel bertanggung jawab.

Sebagaimana dirilis oleh beberapa media di dunia Arab, dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada hari Senin (25/12/2023), Garda Revolusi Iran menyatakan bahwa Brigadir Jenderal Seyed Razi Mousavi menjadi korban serangan rudal yang dilancarkan oleh Israel di wilayah Damaskus, Suriah.

Mousavi tidak hanya adalah seorang jenderal tinggi di Suriah, tetapi juga seorang penasihat senior untuk Garda Revolusi Iran. Ia dikenal sebagai sosok yang vital bagi Iran, mengingat kontribusinya yang signifikan dalam mempertahankan negara di tengah berbagai konflik yang telah dihadapi.

Garda Revolusi Iran dengan tegas menyatakan, “Israel akan menghadapi konsekuensi dari tindakan kriminal ini.”

Presiden Iran, Ebrahim Raisi, menganggap pembunuhan Mousavi sebagai bukti keputusasaan dan ketidakmampuan Israel, menegaskan, “Israel pasti akan membayar atas tindakan kriminal ini.”

Menurut informasi dari IRGC, Mousavi memiliki tanggung jawab dalam menyediakan dukungan logistik bagi poros perlawanan di Suriah, yang merujuk pada aliansi kelompok-kelompok militan yang didukung oleh Iran, mencakup Hamas, Hizbullah di Lebanon, berbagai milisi di Irak dan Suriah, serta Houthi di Yaman.

IRGC juga menyebut bahwa Mousavi adalah rekan dari komandan IRGC, Qassem Soleimani, yang tewas dalam serangan udara oleh Amerika Serikat di Irak pada tahun 2020. Soleimani, yang dahulunya memimpin Pasukan Quds, divisi operasi luar negeri IRGC, dikenal sebagai tokoh kunci dalam konflik regional.

Israel, dalam beberapa tahun terakhir, telah melakukan serangkaian serangan udara terhadap pasukan yang didukung oleh Iran dan berada di bawah kekuasaan Presiden Bashar al-Assad di Suriah.

Dukungan Iran terhadap pemerintahan Presiden al-Assad telah menjadi faktor penting dalam konflik di Suriah yang dimulai sejak tahun 2011, dengan mengirim ribuan pejuang asal Iran dan asing untuk mendukung pemerintah.

Kematian Mousavi di Suriah ini terjadi di tengah konflik yang memanas antara Israel dan Hamas, yang menguasai Jalur Gaza. Israel telah berjanji untuk menghancurkan Hamas sebagai balasan atas serangan yang dilakukan oleh kelompok ini pada tanggal 7 Oktober, yang mengakibatkan kematian sekitar 1.200 orang dan penyanderaan sekitar 240 orang.

Menurut laporan dari otoritas kesehatan di Gaza, serangan yang terjadi telah menyebabkan kematian lebih dari 20.000 orang, dengan sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak.

Iran, sebagai pendukung utama Hamas dari segi finansial dan militer, memuji serangan yang terjadi pada 7 Oktober itu, namun membantah terlibat dalam perencanaan atau eksekusi serangan tersebut.

Iran, yang sering dikaitkan dengan dukungan kepada Hamas, dikenal memiliki kekuatan militer yang signifikan, berada di atas Israel dalam beberapa aspek. Menurut peringkat kekuatan militer global, Iran menempati posisi ke-17 dari 145 negara.

Dengan total pasukan tempur mencapai 48.584.650 personil, berbanding dengan 3.744.252 personil militer Israel. Iran juga memiliki aset pesawat yang berjumlah hingga 543 unit, sementara kekuatan angkatan daratnya dilengkapi dengan 2.831 unit tank, proyektor roket sebanyak 2.485 unit, kendaraan lapis baja sebanyak 7.600 unit, artileri bergerak mandiri sejumlah 1.030 unit, dan artileri tembak sebanyak 2.108 unit, membuat Iran menjadi kekuatan yang perlu diwaspadai oleh Israel.

Netanyahu Minta 3 Syarat Untuk Capai Perdamaian Di Gaza

STARUNLEASH – Sebelumnya, pada tanggal 7 Oktober 2023, faksi militan Palestina yang dikomandoi oleh Hamas menyerbu dan melancarkan serangan skala besar ke Israel dari wilayah Jalur Gaza. Mereka berhasil menembus dinding pemisah antara Gaza dan Israel serta menerjang masuk melalui titik-titik penyeberangan perbatasan menuju pemukiman dan fasilitas militer Israel yang berdekatan.

Dari wilayah Jalur Gaza, sekitar 3.000 proyektil roket telah diluncurkan oleh militan Hamas saat mereka menerobos ke dalam wilayah Israel, mengakibatkan kematian sedikitnya 900 penduduk Israel. Sebagai tanggapan, Israel telah melaksanakan serangan balik dengan menggempur bangunan penting dan target militer, termasuk 20 insiden penyerangan yang mengenai infrastruktur sipil seperti rumah-rumah, masjid, rumah sakit, dan bank.

Pada tanggal 21 Desember, Hamas menyatakan bahwa serangan tanpa perhitungan dari Israel telah merenggut nyawa lebih dari 20.000 orang di wilayah Gaza, Palestina. Dari jumlah tersebut, 40% adalah anak-anak dan wanita yang tidak terlibat dalam konflik.

Baru-baru ini, pada hari Selasa, tanggal 26 Desember 2023, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengumumkan bahwa ada tiga kondisi yang harus dipenuhi untuk mencapai perdamaian dengan Hamas di Jalur Gaza. Hal ini diungkapkan setelah beliau sebelumnya memberikan peringatan bahwa konflik antara Israel dan Hamas yang dimulai sejak awal Oktober akan semakin meningkat.

Serangan yang terus-menerus ini telah menyebabkan kerusakan besar di Jalur Gaza, dan konflik ini semakin memperparah ketegangan di Timur Tengah, dengan semakin banyaknya desakan dari komunitas internasional agar diadakan gencatan senjata. Netanyahu telah menyatakan di depan media bahwa Israel akan terus melanjutkan serangan.

“Hamas harus dilenyapkan, Gaza harus didemiliterisasi, dan masyarakat Palestina harus di deradikalisasi. Itu adalah tiga syarat yang ditetapkan Israel untuk perdamaian dengan Palestina di Gaza,” ujar Netanyahu pada hari Selasa, tanggal 26 Desember 2023.

Selain itu, ia juga menambahkan bahwa proses demiliterisasi akan melibatkan pembentukan zona keamanan sementara di sekitar wilayah Jalur Gaza oleh pasukan Israel.

“Ke depan, Israel harus tetap memegang kendali atas keamanan utama di Gaza,” lanjutnya.

Pernyataan ini diungkapkan Netanyahu setelah memberikan peringatan kepada anggota partainya, Likud, bahwa konflik di Jalur Gaza akan berkepanjangan dan bahwa Israel tidak akan menghentikan perjuangannya melawan Hamas.

“Kita tidak akan berhenti. Kita akan meningkatkan intensitas pertarungan dalam beberapa hari ke depan,” tegas Netanyahu.

Sebelumnya pula, pada tanggal 13 Desember, Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, mengingatkan Netanyahu dan seluruh pemerintah Israel bahwa mereka berisiko kehilangan dukungan internasional karena pengeboman yang tidak memilih-milih dalam perang melawan Hamas di Jalur Gaza. Banyak korban jiwa tak berdosa yang tidak terlibat dalam serangan atau konflik harus menghadapi kematian yang tragis akibat serangan rudal atau tembakan.

“Mereka mulai kehilangan dukungan karena pengeboman yang tidak pandang bulu di Gaza. Ini adalah pemerintahan yang paling konservatif dalam sejarah Israel. Dia (Netanyahu) harus mengubah arah pemerintahannya. Pemerintah Israel membuat situasi ini menjadi sangat sulit,” ucap Joe Biden.

Menteri Luar Negeri Israel, Eli Cohen, pada hari Rabu, tanggal 13 Desember 2023, dalam pertemuan dengan Wakil Menteri Luar Negeri Australia, Tim Watts, di Yerusalem Barat, telah menyuarakan pendirian negaranya.

Dia menegaskan bahwa Israel akan terus melaksanakan operasi militer di Gaza, dengan atau tanpa dukungan internasional, dan menyatakan bahwa Israel akan selalu bertindak profesional dan tanggap dalam memerangi terorisme yang terjadi di Israel pada bulan Oktober lalu.

Israel Setuju Dengan Syarat Terhadap Gencatan Senjata Terbaru Dengan Hamas

STARSUNLEASH – Pada tanggal 7 Oktober, konflik membara kembali antara Israel dan Hamas dengan serangan yang dilancarkan oleh Hamas pada dini hari, sekitar pukul 06.30. Serangan tersebut melibatkan peluncuran ribuan roket ke arah wilayah-wilayah utama Israel, termasuk Tel Aviv dan Yerusalem. Beberapa roket berhasil menembus pertahanan Iron Dome Israel dan menimbulkan kerusakan pada struktur bangunan.

Israel segera merespons dengan serangkaian serangan udara menuju Gaza. Kedua belah pihak berada dalam pertukaran serangan yang intens, menyebabkan jumlah korban yang terus meningkat. Pengepungan oleh Israel terhadap kota Gaza yang dimulai awal Desember menandai titik lain dari kerugian besar, terutama di kalangan warga sipil.

Hamas, yang menguasai Gaza, telah mengumumkan bahwa sejak serangan Israel pada tanggal 7 Oktober, jumlah korban tewas telah mencapai 18.800 orang, termasuk 8.000 anak-anak dan 6.200 perempuan. Selain itu, tercatat 51.000 orang mengalami luka-luka.

Upaya menuju gencatan senjata tampaknya mulai menemukan titik terang. Pada tanggal 18 Desember 2023, ada laporan bahwa kedua pihak, Israel dan Hamas, menunjukkan keterbukaan terhadap usulan gencatan senjata terbaru dan masalah pertukaran tawanan yang masih ditahan di kedua wilayah. Namun, detail spesifik tentang pelaksanaan kesepakatan tersebut masih menjadi titik perdebatan.

Sebelumnya, pada akhir November, telah tercapai kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas berkat peran mediasi dari Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat. Kesepakatan tersebut, yang hanya berlangsung satu minggu, mencakup pembebasan tawanan oleh kedua faksi.

Sebagai langkah awal dalam negosiasi yang sedang berlangsung, Mesir dan Qatar telah menekankan pentingnya akses bantuan dan pembukaan kembali perlintasan perbatasan Kerem Shalom, yang vital bagi pergerakan barang antara Jalur Gaza, Israel, dan Mesir.

Sementara itu, harapan perdamaian semakin terangkat dengan kabar bahwa kepala badan intelijen Israel telah melakukan pembicaraan dengan Perdana Menteri Qatar. Hamas, di sisi lain, telah menyiapkan daftar tawanan yang ingin mereka bebaskan dan mendesak pasukan Israel untuk mundur ke posisi sebelumnya yang telah ditetapkan di Gaza.

Israel telah setuju dengan daftar tawanan yang disusun oleh Hamas, tetapi mendesak penetapan batas waktu dan permintaan untuk mengakses daftar sebelum menyetujui syarat gencatan senjata. Menurut laporan media, Israel enggan menarik kembali pasukan militernya dari Gaza tanpa kesepakatan gencatan senjata yang jelas, menganggap posisi mereka di daerah tersebut sebagai titik strategis untuk mengekang aktivitas Hamas.

Serangan Israel Targetkan Jurnalis di Jalur Gaza, Korban Dibiarkan Mati Kehabisan Darah

STARSUNLEASH – Dilaporkan pada Jumat (15/12/2023) bahwa serangan Israel di Jalur Gaza terhadap Palestina telah membunuh seorang jurnalis Al Jazeera bernama Samer Abu Daqqa dan melukai seorang rekannya.

“Setelah Samer terluka, dia dibiarkan mati kehabisan darah selama lebih dari 5 jam, karena pasukan Israel mencegah ambulans dan petugas penyelamat datang untuk menjangkaunya. Hal itu membuat perawatan darurat tidak bisa diberikan kepada Samer.” Tulis Berita Al Jaezeera.

Menurut laporan Al Jazeera, juru kamera Samer Abu Daqqa dan kepala biro Gaza, Wael Al-Dahdouh, terluka di sebuah sekolah di Khan Yunis setelah terkena pecahan peluru dari serangan rudal Israel. Amer mengalami luka parah dan kehabisan darah di tempat kejadian, sementara Wael menderita luka di lengannya dan dibawa ke Rumah Sakit Nasser di Khan Yunis.

Sebelumnya, Wael telah meminta bantuan untuk membantu Samer. Namun, ketika dia mencapai ambulans, para petugas medis memberi tahu dia bahwa mereka tidak dapat pergi ke lokasi karena terlalu berbahaya dan tidak diizinkan oleh militer Israel.

Saat ini, Al Jazeera telah mengajukan tuntutan kepada Israel atas serangan sistematis dan pembunuhan jurnalis dan keluarga mereka.

“Kami mencekam aksi yang dilakukan oleh Israel terhadap jurnalis kami. Mereka bukanlah terroris, mereka bekerja sebagai pembuat informasi untuk dunia. Kami pasti akan menuntut Israel untuk bertanggung jawab terhadap aksi yang mereka lakukan tersebut.” Lanjut Berita Al Jaezeera.

Meskipun demikian, kelompok milisi Hamas menyatakan bahwa serangan pertama ditujukan pada sekolah milik badan PBB untuk pengungsi Palestina di Khan Yunis, dan serangan kedua kemudian ditujukan pada para jurnalis, yang dianggap Hamas sebagai bentuk intimidasi agar mereka tidak mencatat pembantaian Israel yang terjadi di Jalur Gaza.

“Mereka melakukan hal tersebut kepada para jurnalis dan reporter agar tidak menyebarkan foto ataupun video dari aksi penindasan dan kebiadaban yang mereka lakukan terhadap warga Palestina.” Cetus Hamas.

Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) juga mengatakan, bahwa sejak perang antara Hamas dan Israel dimulai pada 7 Oktober lalu, kurang lebih 60 jurnalis dan karyawan media telah tewas di Gaza. Komite tersebut juga menekankan pentingnya melindungi nyawa jurnalis yang tinggal dan bekerja di Gaza.

“Jurnalis di seluruh kawasan melakukan pengorbanan besar untuk meliput konflik yang memilukan ini. Semua pihak harus mengambil langkah untuk memastikan keselamatan mereka.” Ucap Koordinator CPJ Timur Tengah dan Afrika Utara, Sherif Mansour.

Walau Tanpa Dukungan Internasional, Israel Masih Akan Terus Perangi Hamas

STARSUNLEASH – Eli Cohen dari Kementerian Luar Negeri Israel menegaskan bahwa negaranya akan melanjutkan perangnya melawan Hamas tanpa dukungan internasional.

Cohen juga meminta komunitas internasional melindungi jalur pelayaran global dengan bertindak segera atas tindakan teroris. Sebelum ini, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden memperingatkan Perdana Menteri dan Pimpinan Militer Israel, Benjamin Netanyahu, bahwa dukungan global untuk Israel dalam perangnya melawan Hamas telah berkurang sebagai akibat dari pengeboman militer Israel terhadap warga sipil di Jalur Gaza tanpa belas kasihan.

“Israel akan melanjutkan perang melawan Hamas dengan atau tanpa dukungan internasional, dan gencatan senjata pada tahap ini hanya akan menjadi hadiah bagi para terroris untuk membangkitkan kekuatannya dan kembali mengancam penduduk Israel.” Ucap Eli Cohen.

Tahanan Israel-Hamas Yang Bebas Diketahui Berpotensi Mengalami Gangguan Trauma

STARSUNLEASH – Dalam gencatan senjata yang dimulai pada Jumat (24/11/2023), Israel dan Hamas telah mencapai kesepakatan untuk menukar 150 warga Palestina yang ditahan di penjara Israel dengan 50 sandera yang ditawan oleh Hamas. Namun, diketahui bahwa beberapa tawanan tersebut mungkin mengalami trauma yang parah.

Banyak orang yang keluar dari penjara tahanan saat ini mengalami masalah dan gejala yang dapat dipahami. Namun, tidak semua dari mereka akan mudah untuk menghilangkan stres pasca trauma atau gangguan mental lainnya. Kapasitas untuk pulih dari penyanderaan sangat bervariasi dan tidak dapat diprediksi, menurut para ahli. Christine Roulliere, seorang psikiatri dan spesialis PTSD, juga meminta keluarga tahanan yang berhasil dibebaskan untuk mendukung dan menyayangi para korban agar mereka dapat menghindari gangguan mental yang dapat mengganggu perkembangan otak.

“Ada bukti bahwa perempuan – terutama perempuan muda – lebih berisiko mengalami hal ini dibandingkan laki-laki, begitu pula mereka yang memiliki tingkat pendidikan rendah, dan mereka yang berada dalam penangkaran dalam jangka waktu lama.” Ucap Christine.

Usulan Gencatan Senjata Antara Israel Dan Hamas Di Tolak Presiden Biden

STARSUNLEASH – Sebelum ini, Presiden Indonesia Joko Widodo menyatakan dukungannya untuk gencatan senjata awal pekan ini di Gedung Putih. Namun, pada hari Minggu, 19 November 2023, Presiden Amerika Joe Biden terus menolak dengan alasan khusus yang dia anggap dapat menguntungkan kedua belah pihak.

Biden menyatakan bahwa gencatan senjata hanya akan menguntungkan Hamas karena mereka akan memanfaatkannya untuk membangun kembali stok roket, memposisikan kembali pejuang, dan memulai kembali pembunuhan dengan menyerang orang yang tidak bersalah. Namun, Biden tetap tidak membenarkan tindakan Israel; dia meminta pemerintah dan militer Israel untuk menghormati hukum humaniter internasional dan mengurangi korban sipil dalam kampanyenya di daerah kota Gaza, Palestina.

“Selama Hamas berpegang teguh pada ideologi kehancurannya, gencatan senjata saat ini bukanlah perdamaian. Hasil buruknya hanya akan kembali membuat Hamas menguasai Gaza, melanggengkan kebenciannya dan menghilangkan kesempatan warga sipil Palestina untuk membangun sesuatu yang lebih baik bagi diri mereka sendiri.” Ucap Biden.

“Rakyat Palestina berhak mendapatkan negara mereka sendiri dan masa depan yang bebas dari Hamas. Saya juga patah hati melihat gambaran di Gaza dan kematian ribuan warga sipil, termasuk anak-anak.” Lanjutnya.

Netanyahu Disebut Tidak Mau Menghentikan Perang Sampai Rakyat Palestina Pergi

STARSUNLEASH – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang juga dikenal sebagai “Bibi” oleh warga Israel, bertanggung jawab atas penyerangan yang terjadi di kota Gaza. Dia menjabat sebagai Perdana Menteri Israel sejak Desember 2022, dan memulai karir politiknya dari tahun 1996. Hingga saat ini, Benjamin Netanyahu bertanggung jawab atas operasi pencarian kelompok teroris Hamas yang bersembunyi di wilayah Gaza.

Dalam sebuah wawancara yang dijelaskan oleh Ezat Al Racheq, anggota politik dan petugas media Hamas, dia menyatakan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak tertarik dengan gencatan senjata dan akan terus memperpanjang perang, meskipun Sandra akan dibebaskan jika perjanjian itu ditandatangani. Selain itu, Ezat menyatakan bahwa tujuan utama Israel saat ini adalah untuk mengusir rakyat Palestina, termasuk Hamas, dari tanah air mereka. Pernyataan Ezat dalam salah satu wawancara yang diadakan oleh pewawancara tersebut belum dijawab oleh Israel hingga saat ini.

Israel Klaim Sudah Menemukan Senjata Yang Di Pakai Hamas Di Rumah Sakit Al Shifa

STARSUNLEASH – Pada hari Kamis, 16 November 2023, pasukan Israel mengumumkan bahwa mereka menyerbu RS Al-Shifa di Gaza City pada hari Rabu dini hari untuk melakukan penggeledahan di dalam rumah sakit. Juru bicara militer Israel Daniel Hagari mengatakan selama penggeledahan bahwa pasukannya menemukan senjata api Hamas di dalam rumah sakit tersebut. Israel dan AS menuduh Hamas memiliki RS Al-Shifa sebagai pusat komando dan kontrol.

Namun, Munir al-Bursh dari Kementrian Kesehatan Gaza membantah pernyataan Israel dan mengatakan bahwa pasukan Israel tidak menemukan senjata atau peralatan di rumah sakit. Dia menegaskan bahwa pada dasarnya, kami tidak mengizinkan senjata di mana pun.

Sebelumnya, militer Israel telah memblokade rumah sakit Al-Shifa di kota Gaza karena dianggap sebagai tempat persembunyian pasukan teroris Hamas. Pemimpin Israel melakukan pemblokadean yang tidak manusiawi yang menyebabkan banyak pasien meninggal dan dikuburkan dengan tidak layak.

Israel Bom Rumah Ismail Haniyeh Pemimpin Hamas Di Gaza

STARSUNLEASH – Pada hari Kamis, 16 November 2023, Israel berhasil menemukan rumah pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Gaza. Setelah lama mengasingkan diri ke Qatar, Haniyah telah kembali ke kediamannya. Dalam pernyataannya, Israel menyatakan bahwa pihaknya telah berhasil menghancurkan gudang senjata api utama yang dimiliki Hamas.

“Selama pengambil alihan kamp Al-Shati, pasukan militer Israel menemukan dan menghancurkan gudang senjata Angkatan Laut Hamas, yang berisi peralatan menyelam, alat peledak, dan persenjataan.” demikian pernyataan dari pihak militer Israel.

Hingga hari ini, pertempuran antara Israel dan Hamas terus berlanjut. Semua orang tahu bahwa Israel telah menyerang Gaza, tempat Hamas saat ini bersembunyi. Warga tidak bersalah menjadi korban perang. Di kota Gaza, suara bom dan tembakan selalu terdengar, membuat warga merasa tidak aman.

PBB Kibarkan Bendera Setengah Tiang Untuk Kenang 100 Staff Tewas Di Gaza

STARSUNLEASH – Pada siang hari di Selasa (13/11/2023), bendera PBB dikibarkan setengah tiang di markas PBB di Eropa. Ini dilakukan sebagai penghormatan terhadap lebih dari seratus pekerja yang tewas di Gaza sejak perang antara Israel dan Hamas dimulai bulan lalu. Selain itu, para staf PBB di kantor masing-masing menggelar momen mengheningkan cipta selama satu menit untuk mengenang jasa para staf yang tewas akibat perang. Sehari setelah badan dunia itu melaporkan banyaknya kematian dan cedera dalam serangan terhadap fasilitas PBB yang ada di Jalur Gaza, aksi pengibaran bendera setengah tiang tersebut dilakukan.

Perserikatan Bangsa-Bangsa, atau PBB, adalah organisasi internasional yang terdiri dari berbagai negara di seluruh dunia yang didirikan pada 24 Oktober 1945 dengan tujuan mendorong kerja sama internasional. Organisasi tersebut dibentuk setelah Perang Dunia II berakhir untuk mencegah konflik serupa yang mengancam keamanan global.